Laman

Thursday, December 4, 2014

Abu bakar as- siddiq

Abu Bakar (bahasa Arabأبو بكر الصديقAbu Bakr ash-Shiddiq) (lahir: 572 - wafat: 23 Agustus 634/21 Jumadil Akhir 13 H) termasuk di antara mereka yang paling awal memeluk Islam. Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 M. Lahir dengan nama Abdullah bin Abi Quhafah, ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.

Genealogi

Nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai, dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq(artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".

Awal kehidupan

Abu Bakar ash-Shiddiq dilahirkan di kota Mekah dari keturunan Bani Taim , sub-suku bangsa Quraisy. Beberapa sejarawan Islam mencatat ia adalah seorang pedagang, hakim dengan kedudukan tinggi, seorang yang terpelajar, serta dipercaya sebagai orang yang bisa menafsirkan mimpi.

Masa bersama Nabi

Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sejak saat itu mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama, pedagang dan ahli berdagang.

Memeluk Islam

Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan, dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah diajak oleh nabi.[2] Abubakar kemudianmendakwahkan ajaran Islam kepada Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqas dan beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Ummu Ruman, menjadi Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman bin Abu Bakar, sehingga ia dan 'Abd Rahman berpisah.

Penyiksaan oleh Quraisy

Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Ketika peristiwa Hijrah, saat Nabi Muhammad pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan. Anak perempuannya, Aisyah menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Selama masa sakit Rasulullah saat menjelang wafat, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Bahkan 'pun setelah Nabi SAW telah meninggal dunia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dianggap sebagai sahabat Nabi yang paling tabah menghadapi meninggalnya Nabi SAW ini. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam pada tahun 632 M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah menjadi kaum Sunni dan Syi'ah. Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin. Sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dan lain-lain, tidak pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi rujukan dari kaum Sunni maupun Syi'ah tentang siapa khalifah sepeninggal rasulullah, serta jumlah pemimpin Islam yang dua belas. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at) kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma, mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.

Perang Ridda

Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap mereka yang dikenal dengan nama perang Riddah. Dalam perang Ridda peperangan terbesar adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal dengan nama Musailamah al-Kazab (Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru menggantikan Nabi Muhammad. Pasukan Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran Akraba oleh Khalid bin Walid. Sedangkan Musailamah sendiri terbunuh di tangan Al Wahsyi, seorang mantan budak yang dibebaskan oleh Hindun istri Abu Sufyan karena telah berhasil membunuhHamzah Singa Allah dalam Perang Uhud. Al Wahsyi kemudian bertaubat dan memeluk Islam serta mengakui kesalahannya atas pembunuhan terhadap Hamzah. Al Wahsyi pernah berkata, "Dahulu aku membunuh seorang yang sangat dicintai Rasulullah (Hamzah) dan kini aku telah membunuh orang yang sangat dibenci rasulullah (yaitu nabi palsu Musailamah al-Kazab)."

Ekspedisi ke utara

Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Arab, Abu Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.

Qur'an

Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an. Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah al-kadzab dalam perang Riddah, banyak para penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah dikumpulkan lembaran-lembaran al-Qur'an dari para penghafal al-Qur'an dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad. Kemudian pada masa pemerintahan Usman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al-Qur'an yang dikenal saat ini.

Kematian

Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah putrinya Aisyah di dekatMasjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad SAW.


Khulafaur Rasyidin

Khulafaur Rasyidin (bahasa Arabالخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agamaIslam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Muhammad yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.
Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Muhammad dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu HaditsGhadir Khum.
Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwaKhulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk al-Quran dan Sunnah Nabi. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.

Abu Bakar

Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir dengan nama Abdus Syams, "Abu bakar" adalah gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya. Nama aslinya adalah !Abdullah bin Abi Kuhafah". Ia mendapat gelar "as-Shiddiq! setelah masuk islam. Nama sebelum muslim adalah "Abdul Ka'bah". Ibunya bernama "Salma Ummul Khair", yaitu anak paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash- Shiddiq yang berarti yang terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra' Mi'raj.
Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.
Ketika Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk menggantikannya menjadi Imam dalam Salat. Hal ini menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga Nabi. Setelah sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu, Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian Muhammad hingga tahun 634 M.
Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaranBizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.
Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah pada tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah ibn Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab (586-590 - 644 M, menjadi khalifah 634 - 644 M) adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam. pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus tetapi berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar memerintah selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.
Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang Zoroastrianis, budak Fanatik dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad saw. pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri Nabi saw. (menjadi khalifah 644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin AufSaad bin Abi WaqashThalhah bin UbaidillahZubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.

Ali bin Abi Thalib

Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.
Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

Setelah Khulafaur Rasyidin

Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh purta Ali yaitu Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka Hasan menyerahkan jabaran kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
  1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
  2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
  3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
  4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
  5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
  6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
  7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan Nabi. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter

Friday, November 14, 2014

Kandungan Surah Al - Maidah Ayat 3 [5:3]


A. Point Pertama

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku- cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.Al-Maidah(5):3).
Potongan ayat ini diturunkan ketika Rasulullah sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Ayat tersebut turun dengan disaksikan sekitar 144 ribu kaum Muslimin yang untuk pertama kalinya menjalankan ibadah haji tanpa bercampur dengan kaum Musrykin.
Karena sebelum itu, kaum Muslimin bila ingin melaksanakan haji harus bercampur dengan kaum Musrykin yang terbiasa tawaf tanpa mengenakan sehelaipun benang di tubuh mereka ! Ayat diatas menandakan bahwa itu adalah akhir dari tugas Rasulullah dalam menyampaikan dakwah. Dan memang demikianlah keadaannya. Beberapa hari kemudian Rasullullahpun mulai sakit. Namun demikian ini tidak berarti bahwa setelah itu tidak ada lagi satupun ayat yang turun.
Kata “Kusempurnakan ..” yang dimaksud dalam ayat diatas adalah sempurna dalam kewajiban dan hukum. Maka dibawah pengawasan langsung Rasulullah, dengan Madinah sebagai pusat pemerintahannya, kaum Musliminpun dengan tenang dapat menjalankan hak dan kewajiban mereka sesuai dengan hukum Islam yang telah benar-benar sempurna. Kendati demikian ada yang masih menjadi ganjalan bagi Rasulullah.
Pada akhir hayat hidup Rasulullah, seluruh jazirah Arab memang telah takluk kepada Sang Khalik, sebagaimana mestinya. Meski beberapa daerah masih tampak terpaksa melakukannya. Bahkan pada masa itu telah muncul beberapa orang yang mengaku- ngaku nabi. Ini terjadi karena melihat kesuksesan dan ‘keuntungan’ duniawi yang diraih Rasulullah, dalam pandangan mereka tentu saja.
Lain halnya dengan wilayah utara, daerah perbatasan kekuasaan Rumawi dan Persia di daerah Syam, Mesir dan Irak. Wilayah ini, khususnya perbatasan Syam, Rasulullah berpendapat bahwa harus diperkuat. Tujuannya supaya pasukan Romawi yang beberapa waktu lalu telah menyiapkan pasukannya ( dalam perang Tabuk) tidak kembali lagi menghasut penduduk sekitarnya dan mengerahkan pasukannya untuk melawan Islam. Untuk itulah maka Rasulullahpun memerintahkan Usamah bin Zaid untuk memimpin kaum Muslimin memerangi mereka. Disamping mendatangi perbatasan Balqo‘ dan Darum di Palestina, putra Zaid bin Haritsah yang baru berusia sekitar 19 tahun ini juga diperintahkan untuk pergi ke Mu’ta, tempat di mana ayahnya dulu terbunuh.
Namun penunjukkan Usamah yang dianggap masih terlalu belia itu malah memancing reaksi negatif kaum munafik. Padahal penunjukkan tersebut bukannya tanpa maksud. Rasulullah ingin menunjukkan bahwa kaum muda adalah kaum yang patut diandalkan dan harus diberi kesempatan sekaligus tanggung- jawab. “Dia (Nabi saw) mengangkat anak ingusan menjadi komandan di kalangan pembesar Muhajirin dan Anshar”.
Menanggapi hal ini, maka Rasulullahpun segera bertindak. Dalam keadaan kepala mulai terasa sakit, Rasulullah bersabda : “Jika kalian (orang-orang munafik) menggugat kepemimpinan Usamah bin Zaid maka (tidaklah aneh karena) sesungguhnya kalian juga pernah menggugat kepemimpinan ayahnya sebelumnya. Demi Allah, sungguh ia pantas dan laik memegang kepemimpian itu. Demi Allah, ia adalah orang yang sangat aku cintai. Demi Allah, sesungguhnya (pemuda) ini (maksudnya Usamah bin Zaid) sangat baik dan pantas.
Demi Allah, ia adalah orang yang sangat aku cintai, maka aku wasiatkan kepada kalian agar mentaatinya karena sesungguhnya ia termasuk orang-orang shalih di antara kalian.“ Maka berangkatlah Usamah beserta pasukan besarnya. Namun setiba di Jurf, sebuah desa tak jauh dari Madinah, Usamah memutuskan untuk menghentikan pasukannya. Ia mendapat kabar bahwa sakit Rasulullah bertambah parah. Ucapan Rasulullah bahwa hidup beliau tidak lama lagi, terus terngiang-ngiang di telinga para sahabat. Tak satupun diantara mereka yang mau kehilangan detik-detik terakhir kehidupan manusia yang paling mereka cintai itu. Sambil menanti perkembangan, Usamah akhirnya memerintahkan pasukannya untuk mendirikan kemah di tempat tersebut.
Sementara itu Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa‘ad meriwayatkan dari Abu Muwahibah, mantan budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah saw, ia berkata: “Rasulullah saw pernah mengutusku pada tengah malam seraya berkata: ‘Wahai Abu Muwaihibah, aku diperintahkan untuk memintakan ampunan bagi penghuni (kuburan) Baqi‘ ini, maka marilah pergi bersamamu”. Kemudian aku pergi bersama beliau. Ketika kami sampai di tempat mereka, beliau mengucapkan: “Assalamu‘alaikum ya ahlal maqabir! Semoga diringankan (siksa) atas kalian sebagaimana apa yang dilakukan manusia. Berbagai fitnah datang seperti gumpalan-gumpalan malam yang gelap, silih berganti yang akhir lebih buruk dari yang pertama”.
Kemudian beliau menghampiriku seraya bersabda: ;Sesungguhnya aku diberi kunci-kunci kekayaan dunia dan keabadian di dalamnya, lalu aku disuruh memilih antara hal tersebut atau bertemu Rabb-ku dan sorga.’ Aku berkata kepada beliau: “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, ambillah kunci-kunci dunia dan keabadian di dalamnya kemudian surga”.’ Nabi saw bersabda: ‘Demi Allah tidak wahai Abu Muwahibah! Aku telah memilih bertemu dengan Rab-ku dan sorga”. Kemudian Nabi saw memintakan ampunan untuk penghuni Baqi’ dan meninggalkan tempat. Sejak itulah Rasulullah saw mulai merasakan sakit yang kemudian beliau meninggal dunia”. Pertama kali Rasulullah saw merasakan sakit keras di bagian kepala.
Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa sepulangnya dari Baqi‘, Nabi saw disambut oleh Aisyah ra seraya berkata: “Aduh kepalaku sakit sekali!“ Lalu Nabi saw berkata kepada Aisyah: “Demi Allah wahai Aisyah, kepalaku sendiri terasa sakit“. Akan tetapi sakitnya Rasul ini tidak mengurangi kebiasaan beliau bercanda dengan istri-istri beliau. Suatu kali karena Aisyah senantiasa ikut mengeluh sakit kepala tatkala Rasul mengatakan bahwa kepala beliau sakit, Rasulpun bercanda : “Apa salahnya kalau kau yang meninggal lebih dulu sebelum aku.
Aku yang akan mengurusmu, mengafanimu, menyembahyangkanmu dan menguburkanmu”. Dipicu rasa cemburu yang sangat tinggi, dengan kesal Aisyah, yang masih muda itu, menjawab ketus:” Dengan begitu yang lain mendapat nasib baik. Demi Allah, dengan apa yang sudah kaulakukan itu seolah engkau menyuruh aku pulang ke rumah dan dalam pada itu kau akan berpengantin baru dengan isteri- isterimu ! ”. Mendengar jawaban tersebut, dengan menahan rasa sakit, Nabipun hanya tersenyum sambil memandang mesra sang istri yang dinikahi pertama setelah wafatnya satu-satunya istri tercinta, Khadijah ra itu. Sakit di bagian kepala itu semakin bertambah berat sehingga menimbulkan demam yang sangat serius. Permulaan sakit ini terjadi pada akhir bulan Shafar tahun ke 11 H.
Selama itu Aisyah ra senantiasa menjampinya dengan sejumlah ayat-ayat Al-Quran yang berisi mu‘awwidzat (permintaan perlindungan kepada Allah). Yang dimaksud menjampi adalah mengusapkan tangan sambil meniupkannya kebagian yang sakit seraya membacakan doa. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Urwah bahwa Aisyah ra mengabarkan, Sesungguhnya Rasulullah saw apabila merasakan sakit beliau meniup dirinya sendiri dengan mu‘awwidzat dan mengusapkan dengan tangannya.
Dan ketika mengalami sakit kepala yang kemudian disusul kematiannya, itu akulah yang meniup dengan mu‘awwidzat yang biasa digunakannya lalu aku usap dengan tangan Nabi saw seraya mengharap berkahnya. Suatu hari ketika Rasulullah sedang berada ditempat Maimunah ra, umirul Mukminin yang kebetulan saat itu mendapat giliran, Rasulullah merasa bahwa sakitnya makin terasa berat.
Maka Rasulullahpun memanggil semua istri beliau. Rasulullah meminta izin agar untuk seterusnya para Umirul Mukminin ridho dan mau memberi izin Aisyah ra, merawat beliau di rumah Aisyah. Para Umirul Mukminin sangat dapat memahami keinginan terakhir suami tercinta sekaligus nabi mereka itu. Maka dengan izin dari mereka semua, akhirnya Nabi saw dipindahkan ke rumah Aisyah dengan dipapah oleh al Fadhal dan Ali bin Abi Thalib. Di rumah Aisyah ra itulah sakit Rasululah saw semakin bertambah keras.
Mengetahui para sahabat mulai resah dan berduka maka Nabi saw bersabda: “Siramkanlah aku dengan tujuh qirbah air karena aku ingin keluar berbicara kepada mereka.“ Aisyah ra berkata: “Kemudian aku dudukkan Nabi saw di tempat mandi lalu kami guyur dengan tujuh qirbah air sampai beliau mengisyaratkan dengan tangannya: “ Cukup … Cukup “. Kemudian beliau keluar dan berkhutbah kepada mereka. Nabi saw keluar dengan kepala terasa pusing lalu duduk di atas mimbar. Pertama-tama Rasulullah saw berdo‘a dan memintakan ampunan untuk para Mujahidin Uhud. Kemudian dengan wajah serius beliau meneruskan : “Saudara-saudara. Laksanakanlah keberangkatan Usama itu. Demi hidupku.
Kalau kamu telah banyak bicara tentang kepemirnpinnya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu banyak bicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan”. Setelah diam sejenak, demikian pula para sahabat yang hadir, Rasulullah meneruskan sabdanya : “Seorang hamba diberi pilihan oleh Allah, antara diberi kekayaan dunia atau apa yang ada di sisi-Nya, lalu hamba itu memilih apa yang ada disisi-Nya“. Mendengar itu, sontak Abu Bakar menangis (karena mengetahui apa yang dimaksud Nabi saw) seraya berkata dengan suara keras: “Kami tebus engkau dengan bapak-bapak dan ibu-ibu kami“.
Kemudian Nabi saw bersabda : “Tunggu sebentar wahai Abu Bakar! Wahai manusia sesungguhnya orang yang paling bermurah hati kepadaku dalam hartanya dan persahabatannya ialah Abu Bakar. Seandainya aku hendak mengangkat orang sebagai khalil (teman kesayangan) maka Abu Bakarlah khalilku, akan tetapi persaudaraan yang sejati adalah persaudaraan Islam. Tidak boleh ada Khaukah (lorong) di masjid kecuali Khaukah (lorong) Abu Bakar.
Sesungguhnya aku adalah tanda pemberi petunjuk bagi kalian dan aku menjadi saksi atas kalian. Demi Allah, sesungguhnya sekarang ini aku melihat telagaku. Sesungguhnya aku telah diberi kunci-kunci dunia. Demi Allah, aku khawatir kalian akan menjadi musyrik sesudahku tetapi aku khawatir kalian akan berlomba- lombat memperebutkan dunia“. Kemudian Rasulullah saw bangkit berdiri untuk kembali ke rumah.
Namun Rasulullah berhenti sejenak, menoleh dan berucap : “Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Anshar baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Anshar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah. Mereka itu orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka dan maafkanlah kesalahan mereka”. “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka”.(QS.At- Taubah(9):117).

C. Point Ketiga

Al-Quran surat Al-maidah ayat 3 tiga merupak ayat Al-Quran yang terakhir turun ayat ini di turunkan di Madinah pada tanggal 9 Zulhijjah tahun 10.H ketika Nabi Muhammad SAW melaksanakan haji Wada’ (haji terakhir yang dilakukuan oleh Nabi Muhammad SAW). Surat ini berjumlah 120 ayat kata Al-Maidah itu sendiri berarti hidangan.

Adapun asbabunnuzul surat Al-Maidah adalah: Hibban bin Abjar ra. Menjelaskan bahwa kami bersama Rasulullah SAW, ketika aku sedang memasak daging bangkai. Tidak lama kemudian Allah menurunkan ayat ini yang isinya adalah mengharamkan bangkai. Setelah itu, aku menumpahkan periuk yang berisi daging bangkai itu. Ibnu Abbas ra. Menuturkan bahwa pada hari jum’at setelah ashar tahun hijriyah, Rasulullah SAW melakukan ibadah haji wada’. Rasulullah SAW menasihati para sahabat dalam suatu jama’ah saat berwukuf di Arafah. Disela- sela khutbah Rasulullah SAW, malaikat Jibril datang menyampaikan ayat ini yang datangnya pada hari, ’’telah aku sempurnakan untukmu agamamu, Aku meridhoi Islam sebagai agamamu.

Hurrimat ‘alaikumul maitatu waddamu walahmulhkinzîri wamā uhilla ligairillahi bihî wal munkhaniqatu walmauqu zatu walmutaraddiyatu wannatihatu wamā akalassabu’u illā māzakkaitum wamā zubuha ‘alannusubi wa an tastaqsimū bilazlāmi zālikum fisqun alyauma yaisallazîna kafarū min dînikum falā tahksyauhum wahksyaun alyauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matî waradîtu lakumul islāma dîna famanidturra fî mahkmasatin gaira mutajānifillilismin fainnallāha gafūrurrahîm. 

Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Isi Kandungan Surat al-Maidah ayat 3 Ada 10 hal yang diharamkan, yaitu:

  1. Bangkai, yang diinginkan disini adalah pengertian secara umum (mati dengan sendirinya tanpa perbuatan seseorang), dan yang diinginkan dalam keumuman syara’ adalah hewan yang mati tanpa disembelih. Adapun  hikmah diharamkannya bangkai, adalah: a. Bangkai menjijikan menurut akal sehat, b. Memakan bangkai adalah perbuatan hina yang dapat menghilangkan kemuliaan diri, c. Dampak buruk yang timbul akibat memakan bangkai baik bangkai yang mati karena sakit atau karena kondisi yang sangat lemah atau karena mikroba- mikroba yang menggerogoti daya tahan tubuhnya, d. Sudah menjadi kebiasaan orang muslim tidak memakan hewan kecuali hewan yang disengaja untuk dihilangkan ruhnya (disembelih). 
  2. Darah, maksudnya adalah yang dialirkan keluar dari hewan, walaupun setelah dialirkan menjadi beku. Berbeda dengan darah yang memang asli beku, seperti limfa dan hati dan darah yang bercampur dengan daging (asli bukan buatan) dicampurkan, maka ketiganya bukan kategori darah yang mengalir. Hikmah diharamkannya darah adalah darah itu menjijikan dan berdampak buruk, karena darah sangat susah dicerna. 
  3. Daging Babi, karena daging babi berbahaya dan menjijikan. Hal ini karena babi itu kotor dan suka dengan yang kotor- kotor. Adapun dampak buruknya sudah banyak diukur oleh ahli kedokteran, yang salah satunya adalah sulitnya daging babi untuk dicerna, karena terlalu banyak lemak 
  4. Hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah. Maksudnya adalah hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah, seperti menyebut makhluk yang diagung- agungkan sekelompok manusia dan bermaksud bertaqarrub kepada makhluk tersebut dengan sembelihan itu. Hikmah diharamkannya hewan yang disembelih dengan menyebut selain Allah adalah bahwa hal ini merupakan penyembahan kepada selain Allah, dan jika memakannya berarti termasuk orang- orang didalamnya, yaitu seperti yang dilakukan oleh para ahli kitab dan orang- orang muslim yang bodoh. 
  5. Binatang atau burung yang mati karena tercekik 
  6. Al- Mauqudzah, yaitu hewan yang dibunuh dengan tongkat, atau batu yang tidak ada batasnya sehingga mati tanpa disembelih, seperti yang telah dilakukan orang- orang jahiliyah.
  7. Mutaroddiyah, hewan yang jatuh dari tempat yang tinggi, seperti gunung 
  8. An- Natihah, yaitu hewan yang ditanduk oleh hewan lain sehingga mati karena tandukan 
  9. Hewan yang diterkam binatang buas, seperti singa, macan, 
  10. Hewan yang disembelih karena berhala, yaitu batu- batu disekitar ka’bah yang jumlahnya 360 batu, dahulu orang- orang jahiliyah menyembelih karena berhala tersebut dan dianggap sebagai taqarrub
  11. Al-Azlam, yang berarti potongan kayu yang dijadikan undian, seperti yang dilakukan orang-orang zaman dahulu yang menyandarkan suatu perkara pada undian potongan kayu tersebut. Ketika mereka ingin melakukan suatu hal seperti berpergian, berperang, menikah, berdagang, dan lain-lain, maka mereka menuliskan tiga hal yaitu: Allah menyuruh untuk melakukannya, Allah melarang untuk melakukannya, dan melakukan undian kembali
  12. Dalam akhir ayat ini Allah menjelaskan tentang pengecualian atas orang-orang yang berada pada posisi darurat (kelaparan yang sangat dan menyebabkan kematian, dan tidak ada jalan lain selain memakan makanan yang telah diharamkan Allah, maka Allah memberi ampunan (keringanan) atas perbuatan tersebut, dengan catatan tidak melebihi batas (makan hanya untuk bertahan hidup, bukan untuk memuaskan nafsu laparnya), karena jika melebihi batas tersebut maka tetap haram.

Alasan Kenapa Khamr di Haramkan

Saat Nabi ditanya tentang masalah Khamar oleh orang-orang Arab yang memang kerjaannya adalah minum Khamr dan berjudi, maka Allah menurunkan Al Qur’an secara bertahap sehingga mereka pun akhirnya bisa meninggalkan khamr secara total. Tidak langsung frontal dinyatakan HARAM yang berakibat jadi penolakan total.
Pada surat An-Nahl : 67 cuma dijelaskan bahwa dari Kurma dan Anggur bisa dibuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik:
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik…”
Pada Surat Baqarah : 219 dijelaskan bahwa pada khamar dan judi ada dosa dan manfaat, namun dosanya lebih besar:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”…”
Pada Surat an-Nisaa’ : 43 dilarang mendekati sholat dalam keadaan mabuk. Namun larangan disetiap waktu belum dinyatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…”
Baru pada Surat Al –Maidah : 90 dinyatakan minum khamar dan juga adalah perbuatan setan dan kita dilarang mengerjakannya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Saat itu pun, jalan-jalan di kota Madinah basah oleh arak dan berbau arak karena seluruh arak langsung dibuang.
Kenapa seluruh ayat yang dimansukh tidak dihapus dari Al Qur’an? Ini karena memang saat kita berdakwah di tempat yang memang adalah orang-orang kafir dan minum minuman keras serta judi adalah budaya mereka, maka dakwah pun harus dilakukan sesuai proses di atas agar bisa berhasil. Jika Nabi Muhammad yang dibimbing Allah saja perlu proses, apalagi kita.

Proses Pengharaman Khamr

PROSES PENGHARAMAN KHAMRA. Pengertian Khamr
Khamr menurut bahasa berarti “penutup”, asal dari kata Khamara yang artinya “menutupi” yang bermaksud bahwa khamr bisa menutupi akal fikiran dari mengetahui keadaan yang benar.
Dalam hadits shahih Muslim meriwayatkan :
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Setiap yang memabukkan itu (dinamakan) khamr, dan setiap yang memabukkan itu (hukumnya) haram (dan dalam suatu riwayat disebutkan. Dan setiap khamr itu haram)” [Juz 6 halaman 100 dan 101]
Dan juga dalam hadits shahih Bukhari meriwayatkan:
Dari Ibnu Umar, ia berkata : Umar pernah berkhotbah di atas mimbar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata, “Sesungguhnya telah turun (ayat ayat) tengtang pengharaman khamr, sedang dia itu (dibuat) dari lima jenis, yaitu : anggur, kurma, gandum, sya’ir dan madu. Padahal (yang disebut) khamr itu ialah apa-apa yang dapat menutup (menghilangkan/merusak) akal”. [Juz 6 halaman 242]
Sungguh tepat sekali apa yang telah diterangkan oleh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi Wasallam dan Khalifah Umar bin Khaththab tentang yang dimaksud dengan khamr ini. Yaitu : Apa-apa yang dapat menutup / menghilangkan akal atau merusak akal.
Dengan demikian bahan-bahan yang bisa merusak akal baik padat maupun cair, seperti zaman sekarang ini ada yang namanya : alcohol, ganja, morfin, heroin dan pil-pil semacam pil rohypnol, magadon, dumoli, sedatin juga termasuk bahan-bahan yang bisa menutup atau merusak akal. Bahkan baru-baru ini ada cara lain seperti mengkonsumsi lem ibon dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat “menutup akal” yang akan menghilangkan kesadaran sebagai manusia yang normal. Dengan demikian, maka semuanya itu termasuk jenis khamr. Dan Khamr itu adalah haram.

B. Proses Diharamkannya Khamr

Dalam Islam, Kitab Al-Qur’an sebanyak 30 juz, sudah dahulu tertulis lengkap di Lauh Mahfuz. Sedangkan turunnya ke Bumi atau diwahyukan kepada Nabi Muhammad adalah secara bertahap dan berangsur-angsur sesuai dengan konteks kejadian.
Misalnya proses pengharaman khamr, meski di Lauh Mahfuz sudah ada ayat yang menyebutkan pengharaman Khamr seperti ayat 91 dari surat Al-Maidah, tetapi ayat yang turun ( diwahyukan ) tentang pengharaman khamr beangsur-angsur,
seperti berikut :
Ayat-ayat yang turun berkenaan dengan proses pengharaman khamr yaitu

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا 

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya… (QS. Al-Baqarah : 219)

Setelah turunnya ayat ini, para sahabat yang dulunya pemabuk sudah mulai menurunkan intensitas interaksinya dengan khamr. Namun, sebagiannya belum lepas sama sekali. Hingga suatu ketika ada sahabat yang mengimami Shalat, bacaannya keliru karena mabuk. Maka Allah SWT menurunkan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (QS. An-Nisa' : 43)

Sampai di sini, frekuensi interaksi dengan minuman keras (khamr) berkurang lagi.
Lalu pada tahap terakhir Allah SWT menegaskan :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah: 90)

Sejak mengetahui ayat ini, seketika para sahabat menghentikan berinteraksi dengan minuman keras. Mereka berhenti mabuk sama sekali. Bahkan seketika membuang khamr yang masih mereka simpan ke jalan-jalan. Sehingga digambarkan, sebagian jalan-jalan di Madinah saat itu "tergenang" oleh khamr.

Rasulullah SAW bersabda tentang haramnya minuman keras (khamr) :

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ وَمَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فِى الدُّنْيَا فَمَاتَ وَهُوَ يُدْمِنُهَا لَمْ يَتُبْ لَمْ يَشْرَبْهَا فِى الآخِرَةِ
Setiap minuman yangmemabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram. Barang siapa minum khamar di dunia lalu ia mati dalam keadaan masih tetap meminumnya (kecanduan) dan tidak bertobat, maka ia tidak akan dapat meminumnya di akhirat (di surga) (HR. Muslim)

Maka dengan demikian, hendaklah kita kembali ingat bahwa perkara haramnya minuman keras (khamr) telah demikian jelas dan tegas.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,
Jika haramnya minuman keras sudah kita ketahui bersama, ingatlah bahwa sesuatu yang diharamkan Allah pasti mengandung kemudharatan atau bahaya besar bagi manusia. Diantara bahaya minuman keras adalah sebagai berikut :

1. Minuman keras (khamr) adalah induk kejahatan

الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Khamr itu adalah induk keburukan (ummul khobaits) dan barangsiapa meminumnya maka Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Maka apabila ia mati sedang khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dalam keadaan bangkai jahiliyah. (HR At-Thabrani, Ad-Daraquthni dan lainnya, dihasankan oleh Al-Albani)

Dari minuman keras, terutama ketika peminumnya mabuk, maka hilanglah akalnya. Ia tak sadar bahwa kemaksiatan lain segera mengikuti. Seperti berkata kotor, tindak kekerasan, pencurian, perkosaan dan lain-lain.

2. Efek buruk terhadap kesehatan

Seperti telah lazim diketahui, minuman keras sangat buruk bagi kesehatan manusia. Minuman keras akan merusak Syaraf karena mengandung zat aditif yang jika dikonsumsi walaupun sedikit akan mengakibatkan kecanduan yang luar biasa. Kerusakan syaraf ini berdampak pada melemahnya keseimbangan tubuh dan berkurangnya kepekaan indra peraba.

Minuman keras juga merusak jantung. Dalam jangka pendek minuman keras membuat jantung berdegup lebih cepat. Sebenarnya ini terjadi karena minuman keras atau minuman beralkohol dapat merusak sel-sel tubuh, termasuk sel-sel jantung.

Minuman keras juga merusak metabolisme tubuh. Menurut penelitian University of Maryland Medical Center penggunaan alkohol bisa menyebabkan penyakit hati kronis, seperti fatty liver yang bisa ditemui bahwa 90 persen penderitanya adalah pengguna alkohol. Minuman keras juga bisa mengakibatkan gagal liver.

3. Minuman keras merusak kecerdasan

Sebagaimana minuman keras merusak syaraf, ia juga akan mengakibatkan kecerdasan menurun, bahkan menurun signifikan. Jika pada saat mabuk kesadaran dan akal hilang, penggunaan minuman keras dalam jangka waktu yang lama mengakibatkan kecerdasan akal rusak meski dalam keadaan sadar/tidak mabuk.

Jama'ah Jum'at yang dirahmati Allah,
Semoga dalil haramnya minuman keras dan sebagian bahayanya membuat kita tidak mengundang murka Allah dengan menentang aturannya untuk melegalkan minuman keras di negeri kita tercinta. Sebaliknya, seharusnya kita membuat aturan-aturan yang efektif mencegah peredaran dan konsumsi minuman keras, sejalan dengan petunjuk Allah SWT.

C. Peristiwa yang di sebabkan Khamr / minuman keras

Miras Picu Pembunuhan Mustari
DUMOGA—Minuman Keras (Miras) telah menjadi sasaran pemberantasan aparat kepolisian. Namun, kembali salah satu pemuda menjadi korban temannya sendiri karena dipengaruhi Miras. Adalah Mustari (18),

Pengamen Mabuk Memperkosa Bocah
Liputan6.com, Jakarta: Gara-gara pil Koplo seorang pengamen memperkosa bocah berusia tujuh tahun, baru-baru ini.

Di AS dan Inggris yang mayoritas agamanya Kristen dan membolehkan alkohol saja di sana ada batasannya. Minimal umur 18 tahun baru oleh beli dan minum alkohol. Minum di tempat umum bisa ditahan. Begitu pula mengendara mobil sambil mabuk, langsung ditahan dan langsung dicatat sebagai penjahat (Criminal Record). Jadi ironis jika Indonesia yang mayoritasnya Islam malah terlampau bebas.